FOTO KEGIATAN OKATSU SELAMA 2015
KARANGTARUNA OKATSU
Rabu, 01 Juni 2016
Rabu, 27 Januari 2016
Okatsu Nyinom
Kehidupan masyarakat kampung tanpa pernah disadari oleh banyak peneliti ternyata menyimpan
aktivitas-aktivitas unik yang telah menjadi tradisi. Salah satunya yaitu
Sinoman. Sinoman yang memiliki pengertian sing para nom-noman atau para pemuda yang memiliki tujuan kebersamaan dan kegotong-royongan membantu sesama.Sedangkan dalam kamus Jawa atau “Bausastro Jawi”, karangan WJS Poerwadarminta, kata “Sinom”, artinya: pucuk daun, daun asam muda, bentuk rumah limas yang tinggi dan lancip, nama tambang mocopat,
dan nama bentuk keris. Tetapi, jika kata Sinom mendapat tambahan
akhiran “an”, menjadi “Sinoman”, maka maknanya menjadi: anak muda yang
menjadi peladen di kampung saat acara hajatan, peladen pesta atau
perhelatan, tolong menolong saat mendirikan rumah, kerukunan atau
gotong-royong.Tetapi di balik semua makna itu, terkandung suatu potret
budaya yang amat luhur dan terpuji. Sebab, kegiatan sinoman itu adalah
bekerjasama, bergotong-royong yang dilakukan secara sukarela untuk
kepentingan orang lain dan bersifat komunal.
Istilah sinoman muncul
pertama kali abad 14 di daerah pesisir utara dengan pembatasan daerah
dari Tuban sampai dengan Pasuruan.Kemudian tradisi ini mulai tumbuh di
setiap kampung di surabaya dengan memiliki kegiatan membantu warga yang
tertimpa musibah seperti kematian ataupun warga yang memiliki hajatan
dengan menjadi peladen atau pelayan dan sekaligus meminjamkan
alat-alatnya seperti keranda jenazah, gelas, piring, kursi, meja, tenda
dan sebagainya. Kegiatan lain Sinoman adalah penjagaan keamanan kampung
atau pos ronda, acara keagamaan, peringatan hari kemerdekaan Indonesia,
kursus-kursus peningkatan kapasitas warga kampung di Surabaya.
Wujud dari kegiatan sinoman
ini adalah bentuk kegotongroyongan sosial. Tujuannya untuk membina dan
meningkatkan kerukunan. Semboyannya adalah: “Rukun Anggawe Santoso”
yang berarti rukun untuk menumbuhkan kesentosaan. Kita bisa kuat kalau
kita rukun. Sebaliknya, bangsa yang jiwanya kuat dapat membangun
kerukunan.Dalam bahasa Jawa atau Sansekerta, kuat karena rukun dan rukun
karena kuat, disebut: “Dharma Eva, Hato Hanti”. Kuat karena
bersatu dan bersatu karena kuat. Jadi, motto “bersatu kita teguh,
bercerai kita runtuh, adalah sebuah kenyataan.Dan semua aspek
kerukanan,persatuan dan kegotong-royongan telah terwakili dengan adanya
perkumpulan sinoman tersebut.
Penggeraknya Anak Muda
Sesuai dengan asal-muasal
kata “Sinoman” adalah kumpulan anak muda yang suka bergotongroyong, maka
di sini kegiatan amal dan sosial harus diutamakan. Artinya, kegiatan
sinoman, harus bertujuan untuk membantu sesama dan demi kepentingan
bersama. Kecuali itu, kegiatan sinoman harus mampu menghadapi tantangan
zaman yang serba komersial dan bernuansa bisnis.
Berdasar catatan sejarah yang
ada, sinoman pada awalnya memang sekedar wadah untuk menampung
keinginan sekumpulan anak muda. Mereka ini ingin memperoleh pengakuan
sebagai insan yang dipercaya dalam bidang sosial. Nah, karena kegiatan
gotong-royong merupakan panggilan hati nurani, maka hal ini tidak sulit
untuk diwujudkan. Walaupun demikian, perlu ada pendorong yang mampu
menjadi pelopor sebagai penggerak.Jelas di sini, sinoman sebagai
kegiatan anak muda, maka motor penggeraknya pun harus para pemuda. Sudah
menjadi hukum alam, bahwa kaum muda merupakan tulang punggung penggerak
kegiatan dalam masyarakat. Tidak hanya di bidang sosial dan
rumahtangga, tetapi lebih jauh lagi, yakni sebagai patriot pembela
bangsa dan negara.
Kembali kepada kegiatan
sinoman pada tahun 1930-an saja, kegiatan sinoman sudah
tertata rapi. Mempunyai pengurus tetap dan banyak inventaris.
Barang-barang milik sinoman itu diperoleh dari sumbangan dan bantuan
warga secara sukarela, maupun dibeli dengan uang kas.Jadi dalam hal ini
dapat dipahami bahwa sumber pendanaan organisasi ini adalah murni dari
iuran sukarela para anggotanya.
Sinoman memiliki posisi
sentral dalam kehidupan masyarakat kampung .Seorang kepala sinoman atau
pemimpin sinoman merupakan jabatan yang lebih elite dan prestisius bila
dibandingkan dengan kepala kampong dalam pandangan masyarakat .Sehingga memperoleh jabatan sebagai kepala sinoman merupakan
suatu kebanggaan tersindiri meskipun dalam menjalankan kewajiban
tersebut tidak digaji dan bersifat sukarela. Seorang kepala sinoman
dipilih secara umum,demokrasi,terbuka berdasarkan atas kemampuan
kepemimpinan,berjiwa leadership serta dapat memahami persoalan-persoalan dalam masyarakat.
Sinoman Dalam Perubahan Zaman
Sejalan dengan perkembangan
tradisi sinoman dalam masyarakat kampung di Surabaya.Sinoman mengalami
pasang surut yang terasa lazim terjadi .Sebagai sebuah perkumpulan yang
berisi para pemuda-pemudi ,sinoman tidak terlepas dan terpangaruh sistem
perpolitikan. Perkembangan sinoman di Surabaya dipengaruhi oleh situasi
sosial ,ekonomi dan politik.Sinoman mengalami kemajuan dan merasa
dibutuhkan keberadaannya ketika masyarakat Indonesia (Jawa-Surabaya)
mengalami krisis dan ini terjadi pada tahun 1930-an sampai tahun 1960-an
. Sekitar tahun 1930-an, sewaktu gerakan toko-toko koperasi muncul di
mana-mana, Sinoman pun ikut bergerak dalam kegiatan koperasi konsumsi
dan koperasin kredit. Di sini Sinoman menyediakan kebutuhan sehari-hari
dan membantu pengusaha kecil dengan kredit dengan bunga rendah.
Sinoman pada zaman Belanda itu, muncul di kampung-kampung. Antar kampung yang berdekatan mendirikan “Raad Sinoman”.
Seperti Raad Sinoman kampung Plampitan, Peneleh, Pandean, jagalan,
Undaan, Genteng, Bubutan, Maspati, Kawatan, Koblen, Tembok dan
sebagainya. Tidak kurang dari 20 Raad Sinoman waktu itu di Kota Surabaya.Kata “Raad” berasal dari bahasa Belanda, yang artinya: dewan. Waktu itu, masyarakat Belanda di Kota Surabaya mendirikan “Gemeente Raad”, yaitu “Dewan Kotapraja”. Gemeente Raad itu menentukan pajak-pajak yang harus dibayar oleh rakyat di kampung-kampung yang disetorkan ke kantor Gemeente atau Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Nah, agar rakyat Surabaya tidak diperlakukan sewenang-wenang, maka Raad Sinoman dibentuk untuk mengimbangi dan melawan Gemeente Raad.
Di zaman penjajahan Belanda
ini pula, sinoman sempat menjadi “musuh” warga keturunan Cina, karena
mereka senang berlindung di balik penguasa. Waktu itu warga pribumi
mulai dirangsang dan bangkit untuk merdeka. Kebencian terhadap Belanda,
juga menimbulkan antipati terhadap etnis Cina. Warga keturunan ini
diasumsikan sebagai warga a-sosial, sosialisasi kerakyatannya lemah dan
cenderung tidak mau tahu persoalan yang berkembang di luar diri dan
etnisnya. Tidaklah mengherankan, kalau William H.Frederick, melontarkan
kalimat “Cina singkek” untuk warga keturunan yang masa bodoh
terhadap lingkungan sekitar itu. Konotasinya memang jelek, sehingga
dalam hal tertentu sering dijadikan bahan ejekan.
Di zaman Jepang, Sinoman
dipaksa untuk membantu peperangan. Sekalipun dipaksa menjadi
“Tonarigumi”, yaitu Rukun Tetangga, namun usaha membela rakyat
menghadapi penindasan Jepang terus dikobarkan. Di balik itu ada
hikmahnya, karena di zaman Jepan itulah, Sinoman atau “Tonarigumi”
dapat mendirikan pos-pos pemadam kebakaran terhadap bom-bom yang jatuh
dan menolong korbannya. Hal yang sama juga dialami saat pertempuran 10
November 1945. Karena yang tampil selalu anak-anak muda yang berjuang
dan bekerja dengan sukarela, disebutlah kelompok anak muda itu “poro nom-noman”, lalu menjadi “Si Nom-an” atau kumpulan anak muda yang suka bergotong-royong untuk kepentingan bersama.
Warga Surabaya, ternyata
mampu membuktikan ketahanan masyarakatnya membendung dan melakukan
antisipasi terhadap gejala global itu. Sinoman mengalami kemajuan dengan
adanya peremajaan dan periodesasi kepengurusan. Ini memperlihatkan,
bahwa organisasi sinoman sudah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat
Surabaya.
Secara organisasi, sinoman
dapat menanamkan sendi-sendi berorganisasi. Ini dapat dilihat dengan
adanya kesadaran membayar iuran dan sumbangan sukarela pada saat
tertentu. Dalam wujud nyata, sinoman yang di zaman pra-kemerdekaan
sempat melibatkan diri dalam kegiatan politik, sekarang “sudah bersih”
dari pengaruh itu dan murni menjadi paguyuban sosial.
Semangat sinoman Surabaya
tumbuh subur di Jakarta akibat adanya urbanisasi besar-besaran kedaerah
metropolitan tersebut.Sedang kultur masyarakat Surabaya tidak bisa
begitu saja hilang ketika mereka telah jauh meninggalkan tempat
lahirnya.Sehingga kemudian para perantau yang berasal dari Surabaya
ternyata berhasil membentuk paguyuban Sinoman Suroboyo bernama “Sinoman
Keluarga Besar Surabaya Jawa Timur”.Hingga pada 1970-an,diciptakanlah
lagu berjudul “Sinoman Suroboyo” Lagu dan syair ini adalah karya H.Nur
Azhar yang diciptakannya pada bulan Maret 1979 di Jakarta. Inilah lirik
dan syair lagu “Sinoman Suroboyo” tersebut:
Sinoman Suroboyo Rek – paguyuban
kanggu kepentingan amal ; kumpulanne sing nduweni timbang roso.
Tinggalane wong tuwo Rek – ayo kudu diterusno. Sinoman Suroboyo Cak –
gotongroyong sing dadi tujuan utomo. Mulane ojo’ lali Cak – iku prilaku
sing mulyo, iku kepribadian bongso.
Kaping
pisan: tulung tinulung, kaping pindo: ndaweg sing rukun, kaping telu:
tambah sedulur, kaping papat: ojo’ sok mbeda’-beda’no. Kabeh mau margo
Sinoman – ilingo sing kerepotan – kapan maneh urip ning ndonyo – sing
sok ngadoh – mburine tibo nelongso. Pancen apik seneng bergaul –
semboyane mangan ndak mangan nek kumpul.
Sinoman
Sidomulyo Rek – sing nom-noman jo’ sembrono. Sinoman Margorukun Cak –
sing mbegedut musti getun. Sinoman Sidorame Ning – sing emanan isin
dewe. Sinoman Sukolilo Wak – abot enteng lakonono.
Demikian lirik, irama yang
syahdu dapat membangkitkan semanat persatuan, kesatuan dan guyub untuk
bergotongroyong dalam nyanyian berbahasa Jawa dialeg Surabaya itu.
Pada tahun 1996 Sinoman
Surabaya digunakan untuk sosialisasi politik kepentingan oleh Sunarto
ketika ia ingin terpilih lagi menjadi Walikota Surabaya. Pendekatan
Budaya yang dilakukan Sunarto sama dengan yang dilakukan pemerintah
Jepang ketika negara itu menginginkan dukungan warga masyarakat Kota
Surabaya untuk mendukung dan mensukseskan program mobilisasi masa di
kota Surabaya pada tahun 1942-1945. Peran penting yang dimainkan Sinoman
pada masyarakat kampong di antaranya pada kegiatan sunatan massal,
perayaan hari keagamaan, kerja bakti kampung, syukuran hari jadi
kampung, konser dan aktivitas social kampong lainnya. Sebaliknya Sinoman
mengalami kemunduran aktivitasnya di saat situasi masyarakat kota
Surabaya stabil secara social ekonomi. Hal ini terjadi pada tahun
1980-1996 disebabkan munculnya industrialisasi dan urbanisasi yang
mengakibatkan munculnya budaya instan dan individual dengan menyerahkan
semua urusan pada penyedia jasa yang sebelumnya peran itu dilaksanakan
oleh para sinoman kampung.
Kegiatan Sinoman terus
berkembang dan juga berubah. Pola tradisional yang hidup di
kampung-kampung dalam Kota , mulai dipengaruhi gaya hidup
masyarakat kota Metropolitan. Kegiatan kemasyarakatan yang biasanya
menjadi bagian dari kegiatan sinoman yang sepenuhnya bersifat sosial,
ada yang sudah beralih menjadi “ajang” bisnis atau sekurang-kurang
bernuansakan pamrih.
Salah satu contoh yang
sangat mencolok adalah kegiatan pemakaman. Kalau dulu, setiap orang
terpanggil dan berebut untuk menggotong keranda jenazah atau “penduso”,
kini banyak yang berpangku-tangan, menyerahkan kegiatan itu kepada
perusahaan yang mengurus penguburan. Hal yang sama juga terlihat saat
jenazah akan dikuburkan ke liang lahat. Anak-anak dan keluarga terdekat
biasanya langsung terjun menunggu jasad almarhum atau almarhumah di
dalam lubang kuburan, kini adakalanya dilakukan oleh “orang lain”.Belum
lagi yang lebih tragis apabila segala urusan tentang kematian ini
diserahkan kepada yayasan penyedia jasa layanan pengurusan jenazah.
Okatsu Nyinom
SEJARAH KARANG TARUNA
Karang
Taruna untuk pertama kalinya lahir pada tanggal 26 September 1960 di
Kampung Melayu, Jakarta. Dalam perjalanan sejarahnya, Karang Taruna
telah melakukan berbagai kegiatan, sebagai upaya untuk turut
menanggulangi masalah-masalah Kesejahteraan Sosial terutama yang
dihadapi generasi muda dilingkungannya, sesuai dengan kondisi daerah dan
tingkat kemampuan masing-masing.
Pada
mulanya, kegiatan Karang Taruna hanya sebatas pengisian waktu luang
yang positif seperti rekreasi, olah raga, kesenian, kepanduan (pramuka),
pendidikan keagamaan (pengajian) dan lain-lain bagi anak yatim, putus
sekolah, tidak sekolah, yang berkeliaran dan main kartu serta anak-anak
yang terjerumus dalam minuman keras dan narkoba. Dalam perjalanan
sejarahnya, dari waktu ke waktu kegiatan Karang Taruna telah mengalami
perkembangan sampai pada sektor Usaha Ekonomis Produktif (UEP) yang
membantu membuka lapangan kerja/usaha bagi pengangguran dan remaja putus
sekolah.
Pada
masa Pemerintahan Orde Baru, nama Karang Taruna hanya diperuntukkan
bagi kepengurusan tingkat Desa/Kelurahan serta Unit/Sub Unit saja
(tingkat RT/RW). Sedangkan kepengurusan tingkat Kecamatan sampai
Nasional menggunakan sebutan Forum Komunikasi Karang Taruna (FKKT), hal
tersebut diatur dalam Kepmensos No 11/HUK/1988. Krisis
Moneter yang melanda bangsa ini tahun 1997 turut memberikan dampak
bagi menurunnya dan bahkan terhentinya aktivitas sebagian besar Karang
Taruna. Saat dilaksanakan Temu Karya Nasional (TKN) IV
tahun 2001 di Medan, disepakatilah perubahan nama menjadi Karang
Taruna Indonesia (KTI). Oleh karena masih banyaknya perbedaan persepsi
tentang Karang Taruna maka pada TKN V 2005 yang diselenggarakan di
Banten tanggal 10-12 April 2005, Namanya dikembalikan menjadi Karang
Taruna. Ketetapan ini kemudian diatur dalam Peraturan
Menteri Sosial RI Nomor 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Karang
Taruna. Dengan dikeluarkannya Permensos ini diharapkan tidak lagi
terjadi perbedaan penafsiran tentang Karang Taruna, dalam arti bahwa
pemahaman tentang Karang Taruna mengacu kepada Peraturan Menteri Sosial
tersebut.
Keberadaan
Karang Taruna dengan berbagai kegiatan yang dilaksanakan selama ini,
bertumpu pada landasan hukum yang dimiliki, yang terus diperbaharui
sesuai dengan tuntutan, kebutuhan dan perkembangan masalah kesejahteraan
sosial serta sistem pemerintahan yang terjadi. Sampai saat ini,
landasan hukum yang dimiliki Karang Taruna adalah Keputusan Menteri
Sosial RI No. 13/HUK/KEP/l/1981 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Karang Taruna, Ketetapan MPR No. II/MPR/1983 tentang GBHN yang
menempatkan Karang Taruna sebagai wadah Pembinaan Generasi Muda, serta
Keputusan Menteri Sosial RI No. 83/HUK/2005 tentang Pedoman Dasar Karang
Taruna.
Sumber : http://katar.blogdetik.com/2011/02/02/sejarah-karang-taruna
Minggu, 08 November 2015
ANGGARA DASAR dan ANGGARAN RUMAH TANGGA KARANG TARUNA
ANGGARA DASAR
dan
ANGGARAN RUMAH TANGGA
KARANG TARUNA
AD/ART Karang Taruna di atur dalam Peraturan Menteri Sosial Republik
Indonsia No : 83 /HUK / 2005 ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Juli
2005 yang ditanda tangani oleh Menteri Sosial Republik Indonesia Bp. H.
Bachtiar Chamsyah, SE yang isi sebagai berikut :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Karang Taruna adalah Organisasi Sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dan terutama bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial.
2. Anggota Karang Taruna adalah setiap generasi muda dari usia 11 tahun sampai dengan 45 tahun yang berada didesa/kelurahan atau komunitas adat sederajat.
3. Komunitas Adat Sederajat adalah warga masyarakat yang tinggal dan hidup bersama di daerah yang dibatasi oleh wilayah adat dan kedudukannya sederajat dengan desa/kelurahan.
4. Majelis Pertimbangan Karang Taruna ( MPKT ) adalah wadah penghimpun mantan pengurus Karang Taruna dan tokoh masyarakat lain yang berjasa dan bermanfaat bagi kemajuan Karang Taruna, yang tidak memiliki hubungan struktural dengan Kepengurusan Karang Tarunanya.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Setiap Karang Taruna berdasarkan Pancasila
(2) Tujuan Karang Taruna adalah :
a. Terwujudnya pertumbuhan dan perkembangan kesadaran tanggung jawab sosial setiap generasi muda warga Karang Taruna dalam mencegah, menangkal, menanggulangi dan mengantisipasi berbagai masalah sosial.
b. Terbentuknya jiwa dan semangat kejuangan generasi muda warga Karang Taruna yang trampil dan berkepribadian serta berpengetahuan.
c. Tumbuhnya potensi dan kemampuan generasi muda dalam rangka mengembangkan keberdayaan warga Karang Taruna.
d. Termotivasinya setiap generasi muda warga Karang Taruna untuk mampu menjalin toleransi dan menjadi perekat persatuan dalam keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
e. Terjalinnya kerjasama antara generasi muda warga Karang Taruna dalam rangka mewujudkan taraf kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
f. Terwujudnya kesejahteraan sosial yang semakin meningkat bagi generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang memungkinkan pelaksanaan fungsi sosialnya sebagai manusia pembangunan yang mampu mengatasi masalah kesejahteraan sosial dilingkungannya.
g. Terwujudnya pembangunan kesejahteraan sosial generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas dat sederajat yang dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan terarah serta berkesinambungan oleh Karang Taruna bersama pemerintah dan komponen masyarakat lainnya.
BAB III
KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Pasal 3
(1) Setiap Karang Taruna berkedudukan di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat didalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Setiap Karang Taruna mempunyai tugas poko secara bersama-sama dengan Pemerintah dan komponen masyarakat lainnya untuk menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan sosial terutama yang dihadapi generasi muda, baik yang bersifat preventif, rehabilitatif maupun pengembangan potensi generasi muda di lingkungannya,
(3) setiap Karang Taruna melaksanakan fungsi :
a. Penyelenggara Usaha Kesjahteraan Sosial.
b. Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan Bagi Masyrakat.
c. Penyelenggara pemberdayaan masyarakat terutama generasi muda di lingkungannya secara komprehensif, terpadu dan terarah serta berkesinambungan.
d. Penyelenggara kegiatan pengembangan jiwa kewirausahaan bagi generasi muda dilingkungannya.
e. Penanaman pengertian, memupuk dan meningkatkan kesadaran tanggung jawab sosial generasi muda.
f. Penumbuhan dan pengembangan semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan, kesetiakawanan sosial dan memperkuat nilai-nilai kearifan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
g. Pemupukan kreatifitas generasi muda untuk dapat mengembangkan tanggung jawab sosial yang bersifat rekreatif, kreatif, edukatif, ekonomis produktif dan kegiatan praktis lainnya dengan mendayagunakan segala sumber dan potensi kesejahteraan sosial dilingkungannya secara swadaya.
h. Penyelenggara rujukan, pendampingan, dan advokasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.
i. Penguatan sistem jarngan komunikasi, kerjasama, informasi dan kemitraan dengan berbagai sektor lainnya.
j. Penyelenggara usaha-usaha pencegahan permasalahan sosial yang aktual.
BAB IV
KEANGGOTAAN
Pasal 4
(1) Keanggotaan Karang Taruna menganut sistim stelsel pasif yang berarti seluruh generasi muda dalam lingkungan desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang berusia 11 tahun sampai 45 tahun, selanjutnya disebut sebagai warga Karang Taruna.
(2) setiap generasi muda dalam kedudukannya sebagai warga Karang Taruna mempunyai hak dan kewajiban yang sama tanpa membedakan asal keturunan, golongan, suku dan budaya, jenis kelamin, kedudukan sosial, pendirian politik dan agama.
BAB V
KEORGANISASIAN
Pasal 5
(1) Keanggotaan Karang Taruna diatur berdasarkan aspirasi warga Karang Taruna yang bersangkutan di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat setemapat.
(2) Untuk memantapkan komunitas, kerjasama, pertukaran informasi dan kolaborasi antar Karang taruna, dapat dibentuk wadah di lingkup Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional sebagai sarana organisasi Karang Taruna yang pemantapannya melalui para pengurus disetiap lingkup masing-masing.
BAB VI
KEPENGURUSAN
Pasal 6
(1) Pengurus Karang Taruna dipilih secara musyawarah dan mufakat oleh warga Karang Taruna yang bersangkutan dan memenuhi syarat-syarat untuk diangkat sebagai pengurus Karang Taruna yaitu :
a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
c. Dapat membaca dan menulis.
d. Memiliki pengalaman serta aktif dalam kegiatan Karang Taruna.
e. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan berorganisasi, kemauan dan kemampuan, pengabdian di bidang sosial.
f. Sebagai warga penduduk setempat dan bertempat tinggal tetap.
g. Berumur 17 tahun sampai dengan 45 tahun.
(2) Susunan Pengurus Karang Taruna dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
(3) Kepengurusan Karang Taruna sesuai dengan keorganisasiannya diatur sebagi berikut :
a. Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat yang terpilih dan disahkan dalam Temu Karya di wilayahnya adalah sebagi pelaksana organisasi dalam wilayah yang bersangkutan dan dikukuhkan oleh Kepala Desa/Lurah atau Kepala/Ketua Komunitas Adat Sederajat setempat.
b. Pengurus dilingkup Kecamatan yang disahkan dalam Temu Karya Kecamatan adalah sebagai pengembangan jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi antar Karang Taruna dalam lingkup/wilayah Kecamatan dan dikukuhkan oleh Camat setempat.
c. Pengurus dilingkup Kabupaten/Kota yang disahkan dalam Temu Karya Kabupaten/Kota adalah sebagai pengembangan jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi antar Karng Taruna dalam lingkup/wilayah Kabupaten/Kota dan dikukuhkan oleh Bupati/Walikota setempat.
d. Pengurus di lingkup Provinsi yang disahkan dalam Temu Karya Provinsi adalah sebagai pengembangan jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi antar Karang Taruna dalam lingkup/wilayah Provinsi dan dikukuhkan oleh Gubernur setempat.
e. Pengurus di lingkup Nasional yang disahkan dalam Temu Karya Nasional adalah sebagi pengembangan jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi antar Karang Taruna dalam lingkup/wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan dikukuhkan oleh Menteri Sosial.
(4) Susunan pengurus disetiap lingkup Kecamatan Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional disesuaikan dengan kebutuhan dimasing-masing lingkup.
BAB VII
MEKANISME KERJA
Pasal 7
(1) Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat melaksanakan fungsi-funfsi operasional dibidang kesejahteraan sosial sebagi tugas poko Karang Taruna dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) serta program kerja lainnya yang dilaksanakan bersama Pemerintah dan komponen terkait sesuai dengan Peraturan Prundang-undangan yang berlaku.
(2) Pengurus disetiap lingkup yang ditetapkan sebagai pranata jaringan komunikasi, informasi, kerjasama dan kolaborasi antar Karang Taruna mulai dari pengurus dilingkup Kecamatan sampai dengan Nasional melaksanakan fungsi sebagi berikut :
a. Pengelola sistem informasi dan komunikasi;
b. Pemberdaya, mengembangkan dan memperkuat sistem jaringan kerjasama (networking) antar Karang Taruna serta dengan pihak lain yang terkait;
c. Penyelenggara mekanisme pengambilan keputusan organisasi, pendampingan, dan advokasi;
d. konsolidasi dan sosialisasi dalam rangka memelihara solidaritas, konsistensi dan citra organisasi.
(3) Mekanisme hubungan komunikasi, informasi, kerjasma dan kolaborasi antar Karang taruna dengan wadah pengurus dilingkup Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional adalah bersifat koordinatif, konsultatif dan kolaboratif secara fungsional serta bukan operasional.
(4) Untuk mendayagunakan pranata jaringan komunikasi, informasi, kerjasama dan kolaborasi anatr Karang Taruna yang lebih berdayaguna dan berhasilguna, maka diadakan Forum pertemuan Karang Taruna yang diatur sebagai berikut :
a. Bentuk-bentuk Forum terdiri dari :
1]. Temu Karya;
2]. Rapat Kerja;
3]. Rapat Pimpinan;
4]. Rapat Pengurus Pleno;
5]. Rapat Konsultasi;
6]. Rapat Pengurus Harian.
b. Mekanisme Forum pertemuan tersebut diatur lebih lanjut dalam Pedoman pelaksanaan Karang Taruna.
c. Forum-forum pertemuan Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diatas, dinyatakan sah apabila dihadiri oleh lebeih dari setengah jumlah peserta/pengurus dari lingkup yang bersangkutan.
d. Pengambilan keputusan dalam setiap Forum pertemuan Karang Taruna wajib dilakukan secara musyawarah dan mufakat, dan apabila hal itu tidak tercapai maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
e. Forum Pertemuan Karang Taruna yang diadakan secara Nasional dan Khusus dalam rangka usulan untuk bahan perubahan Pedoman Dasar/Pedoman pelaksanaan Karang Taruna, diatur sebagai berikut :
1]. Minimal 2/3 (dua pertiga) dari jumlah peserta/pengurus dari lingkup Provinsi diseluruh wilayah Indonesia harus hadir ditambah unsur dari Departemen Sosial selaku Pembina Fungsional.
2]. Usulan perubahan Pedoman Dasar/Pedoman Rumah Tangga Karang Taruna dapat dinyatakan sah apabila didasarkan pada persetujuan minimal 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Provinsi peserta yang hadir dan mendapat persetujuan dari Pembina Fungsional Pusat ( Departemen Sosial).
3]. Rekomendasi usulan guna perubahan tersebut, diusulkan sebagi bahan untuk disahkan atau ditetapkan oleh Menteri Sosial.
(5) Kedudukan, pemilihan dan masa bakti pengurus sebagai berikut :
a. Pengurus Karang Taruna berkedudukan di desa/kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat setempat.
Pengurus dilingkup Kecamatan, Kabupaten/Kota dan Provinsi berkedudukan di Ibukota masing-masing dan pengurus dilingkup Nasional berkedudukan di Ibukota Negara.
b. Pemilihan pengurus dilakukan secara musyawarah dan mufakat dalam Temu Karya serta wajib memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
c. Masa bakti Pengurus Karang Taruna di Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat paling lama 3 (tiga) tahun dan Pengurus di lingkup Kecamatan sampai dengan Nasional, masing-masing selama 5 (lima) tahun serta dapat dipilih kembali untuk yang kedua kalinya serta memenuhi persyaratan yang berlaku.
BAB VIII
PENGUKUHAN DAN PELANTIKAN PENGURUS
Pasal 8
(1) Pengukuhan Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat dan Pengurus di lingkup Kecamatan sampai dengan Nasional dilakukan dengan Surat Keputusan Pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkatan lingkupnya.
(2) Surat Keputusan Pejabat yang berwenang tersebut pada ayat (1) diatas adalah :
a. Surat Keputusan Kepala Desa/Lurah atau Komunitas Adat Sederajat untuk pengukuhan Pengurus Karang Taruna setempat.
b. Surat Keputusan Camat untuk pengukuhan Pengurus dilingkup Kecamatan setempat.
c. Surat Keputusan Bupati/ Walikota untuk pengukuhan Pengurusu di lingkup Kabupaten/Kota setempat.
d. Surat Keputusan Gubernur untuk pengukuhan Pengurus di lingkup Provinsi setempat.
e. Surat Keputusan Menteri Sosial untuk pengukuhan Pengurus dilingkup Nasional.
(3) Pelantikan Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat dan Pengurus dilingkup Kecamatan samapai dengan Nasional dilakukan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkatan lingkupnya masing-masing.
BAB IX
PEMBINA
Pasal 9
(1) Karang Taruna sebagai Organisasi Sosial Generasi Muda diesluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memiliki Pembina Utama, Pembina Fungsional dan Pembina Teknis.
(2) Pembina Utama sebagimana dimaksud pada ayat (1) adalah Presiden Republik Indonesia.
(3) Pembina Umum, Pembina Fungsional dan Pembina Teknis sebagimana dimaksud pada ayat (1) , di Pusat dan di daerah adalah :
a. Pembina di Pusat terdiri :
1). Menteri dalam Negeri Selaku Pembina Umum
2). Menteri Sosial selaku Pembina Fungsional
3). Pimpinan Departemen/Kementerian Negara/Lembaga atau Badan Negara yang terkait sebagai Pembina Teknis Karang Taruna.
b. Pembina di Daerah terdiri dari :
1). Pembina Umum
a]. Gubernur untuk Provinsi
b]. Bupati/Walikota untuk Kabupaten/Kota
c]. Camat untuk Kecamatan
d]. Kepala Desa/Lurah atau Komunitas Adat Sederajat untuk Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat
2). Pembina Fungsional :
a]. Kepala Dinas/Instansi Sosial Provinsi
b]. Kepala Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota
c]. Kepala Seksi/Unit yang tugasnya berkaitan langsung dengan bidang kesejahteraan sosial di Kecamatan dan/atau di Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat.
3). Pembina Teknis.
a]. Pimpinan Instansi/Lembaga/Badan Daerah Provinsi yang terkait
b]. Pimpinan Instansi/Jawatan/Lembaga atau Badan daerah Kabupaten/Kota yang terkait.
c]. Pimpinan Unit Kecamatan, Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat yang terkait dengan Penyediaan dukungan bagi peningkatan Fungsi Karang Taruna di wilayah setempat.
BAB X
KEUANGAN
Pasal 10
Keuangan Karang Taruna dapat diperoleh dari :
a. iuran Warga Karang Taruna
b. Usaha sendiri yang diperoleh secara syah
c. Bantuan Masyarakat yang tidak mengikat
d. Bantuan/Subsidi dari Pemerintah
e. Usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XI
MAJELIS PERTIMBANGAN DAN UNIT TEKNSI KARANG TARUNA
Pasal 11
(1) Setiap Karang Taruna dapat membentuk Majelis Pertimbangan Karang taruna ( MPKT ) pada forum tertinggi ( Temu Karya ) di masing-masing wilayahnya yang kemudian dikukuhkan oleh forum tersebut.
(2) Majelis Pertimbangan Karang Taruna dipimpin oleh seorang Ketua merangkap anggota, seorang Sekretaris dan beberapa orang Wakil Sekretaris ( sesuai kebutuhan) merangkap anggota, dan para anggota yang jumlahnya ditentukan sesuai dengan jumlah mantan aktivis Karang Taruna di wilayahnya masing-masing ditambah beberapa tokoh yang dianggap layak, apabila memungkinkan.
Pasal 12
(1) Karang Taruna dapat membentuk Unit Teknis sesuai dengan kebutuhan pengembangan organisasi dan program-programnya;
(2) Unit Teknis dimaksudkan merupakan bagian yang tidak terpisahklan dari kelembagaan Karang Taruna dan pembentukannya harus melalui meakanisme pengambilan keputusan dalam forum yang representatif dan sesuai kapasitasnya untuk itu;
(3) Unit Teknis disahklan dan dilantik oleh Karang Taruna yang membentuknya dan harus berkoordinasi serta mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada Karang Taruna yang membentuknya.
BAB XII
IDENTITAS
Pasal 13
(1) Karang Taruna dapat memiliki identitas lambang bendera, panji, yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 65/HUK/KEP/XI/1982 dan lagu mars serta hymne.
(2) Identitas yang telah ditetapkan dan/atau digunakan tersebut menjadi identitas resmai Karang Taruna dan hanya dapat dirubah dengan Keputusan Menteri Sosial.
(3) Mekanisme penggunaan identitas Karang Taruna diatur lebih lanjut dalam Pedoman pelaksanaan Karang Taruna.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN
Pasal 14
Sesuai dengan kebutuhan, setiap Karang Taruna dapat menyusun dan/atau menyesuaikan Anggaran Rumah Tangga berdasarkan Pedoman Dasar Karang Taruna ini.
BAB XIV
PENUTUP
Pasal 15
(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan ini, akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayan Sosial.
(2) Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka keputusan Menteri Sosial RI Nomor 11/HUK/ 1988 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna, dinyatakan tidak berlaku lagi.
(3) Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan dibetulkan sebagaimana mestinya.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Karang Taruna adalah Organisasi Sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat dan terutama bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial.
2. Anggota Karang Taruna adalah setiap generasi muda dari usia 11 tahun sampai dengan 45 tahun yang berada didesa/kelurahan atau komunitas adat sederajat.
3. Komunitas Adat Sederajat adalah warga masyarakat yang tinggal dan hidup bersama di daerah yang dibatasi oleh wilayah adat dan kedudukannya sederajat dengan desa/kelurahan.
4. Majelis Pertimbangan Karang Taruna ( MPKT ) adalah wadah penghimpun mantan pengurus Karang Taruna dan tokoh masyarakat lain yang berjasa dan bermanfaat bagi kemajuan Karang Taruna, yang tidak memiliki hubungan struktural dengan Kepengurusan Karang Tarunanya.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Setiap Karang Taruna berdasarkan Pancasila
(2) Tujuan Karang Taruna adalah :
a. Terwujudnya pertumbuhan dan perkembangan kesadaran tanggung jawab sosial setiap generasi muda warga Karang Taruna dalam mencegah, menangkal, menanggulangi dan mengantisipasi berbagai masalah sosial.
b. Terbentuknya jiwa dan semangat kejuangan generasi muda warga Karang Taruna yang trampil dan berkepribadian serta berpengetahuan.
c. Tumbuhnya potensi dan kemampuan generasi muda dalam rangka mengembangkan keberdayaan warga Karang Taruna.
d. Termotivasinya setiap generasi muda warga Karang Taruna untuk mampu menjalin toleransi dan menjadi perekat persatuan dalam keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
e. Terjalinnya kerjasama antara generasi muda warga Karang Taruna dalam rangka mewujudkan taraf kesejahteraan sosial bagi masyarakat.
f. Terwujudnya kesejahteraan sosial yang semakin meningkat bagi generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang memungkinkan pelaksanaan fungsi sosialnya sebagai manusia pembangunan yang mampu mengatasi masalah kesejahteraan sosial dilingkungannya.
g. Terwujudnya pembangunan kesejahteraan sosial generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas dat sederajat yang dilaksanakan secara komprehensif, terpadu dan terarah serta berkesinambungan oleh Karang Taruna bersama pemerintah dan komponen masyarakat lainnya.
BAB III
KEDUDUKAN, TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Pasal 3
(1) Setiap Karang Taruna berkedudukan di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat didalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Setiap Karang Taruna mempunyai tugas poko secara bersama-sama dengan Pemerintah dan komponen masyarakat lainnya untuk menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan sosial terutama yang dihadapi generasi muda, baik yang bersifat preventif, rehabilitatif maupun pengembangan potensi generasi muda di lingkungannya,
(3) setiap Karang Taruna melaksanakan fungsi :
a. Penyelenggara Usaha Kesjahteraan Sosial.
b. Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan Bagi Masyrakat.
c. Penyelenggara pemberdayaan masyarakat terutama generasi muda di lingkungannya secara komprehensif, terpadu dan terarah serta berkesinambungan.
d. Penyelenggara kegiatan pengembangan jiwa kewirausahaan bagi generasi muda dilingkungannya.
e. Penanaman pengertian, memupuk dan meningkatkan kesadaran tanggung jawab sosial generasi muda.
f. Penumbuhan dan pengembangan semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan, kesetiakawanan sosial dan memperkuat nilai-nilai kearifan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
g. Pemupukan kreatifitas generasi muda untuk dapat mengembangkan tanggung jawab sosial yang bersifat rekreatif, kreatif, edukatif, ekonomis produktif dan kegiatan praktis lainnya dengan mendayagunakan segala sumber dan potensi kesejahteraan sosial dilingkungannya secara swadaya.
h. Penyelenggara rujukan, pendampingan, dan advokasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.
i. Penguatan sistem jarngan komunikasi, kerjasama, informasi dan kemitraan dengan berbagai sektor lainnya.
j. Penyelenggara usaha-usaha pencegahan permasalahan sosial yang aktual.
BAB IV
KEANGGOTAAN
Pasal 4
(1) Keanggotaan Karang Taruna menganut sistim stelsel pasif yang berarti seluruh generasi muda dalam lingkungan desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang berusia 11 tahun sampai 45 tahun, selanjutnya disebut sebagai warga Karang Taruna.
(2) setiap generasi muda dalam kedudukannya sebagai warga Karang Taruna mempunyai hak dan kewajiban yang sama tanpa membedakan asal keturunan, golongan, suku dan budaya, jenis kelamin, kedudukan sosial, pendirian politik dan agama.
BAB V
KEORGANISASIAN
Pasal 5
(1) Keanggotaan Karang Taruna diatur berdasarkan aspirasi warga Karang Taruna yang bersangkutan di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat setemapat.
(2) Untuk memantapkan komunitas, kerjasama, pertukaran informasi dan kolaborasi antar Karang taruna, dapat dibentuk wadah di lingkup Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional sebagai sarana organisasi Karang Taruna yang pemantapannya melalui para pengurus disetiap lingkup masing-masing.
BAB VI
KEPENGURUSAN
Pasal 6
(1) Pengurus Karang Taruna dipilih secara musyawarah dan mufakat oleh warga Karang Taruna yang bersangkutan dan memenuhi syarat-syarat untuk diangkat sebagai pengurus Karang Taruna yaitu :
a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
c. Dapat membaca dan menulis.
d. Memiliki pengalaman serta aktif dalam kegiatan Karang Taruna.
e. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan berorganisasi, kemauan dan kemampuan, pengabdian di bidang sosial.
f. Sebagai warga penduduk setempat dan bertempat tinggal tetap.
g. Berumur 17 tahun sampai dengan 45 tahun.
(2) Susunan Pengurus Karang Taruna dapat dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
(3) Kepengurusan Karang Taruna sesuai dengan keorganisasiannya diatur sebagi berikut :
a. Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat yang terpilih dan disahkan dalam Temu Karya di wilayahnya adalah sebagi pelaksana organisasi dalam wilayah yang bersangkutan dan dikukuhkan oleh Kepala Desa/Lurah atau Kepala/Ketua Komunitas Adat Sederajat setempat.
b. Pengurus dilingkup Kecamatan yang disahkan dalam Temu Karya Kecamatan adalah sebagai pengembangan jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi antar Karang Taruna dalam lingkup/wilayah Kecamatan dan dikukuhkan oleh Camat setempat.
c. Pengurus dilingkup Kabupaten/Kota yang disahkan dalam Temu Karya Kabupaten/Kota adalah sebagai pengembangan jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi antar Karng Taruna dalam lingkup/wilayah Kabupaten/Kota dan dikukuhkan oleh Bupati/Walikota setempat.
d. Pengurus di lingkup Provinsi yang disahkan dalam Temu Karya Provinsi adalah sebagai pengembangan jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi antar Karang Taruna dalam lingkup/wilayah Provinsi dan dikukuhkan oleh Gubernur setempat.
e. Pengurus di lingkup Nasional yang disahkan dalam Temu Karya Nasional adalah sebagi pengembangan jaringan komunikasi, kerjasama, informasi dan kolaborasi antar Karang Taruna dalam lingkup/wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan dikukuhkan oleh Menteri Sosial.
(4) Susunan pengurus disetiap lingkup Kecamatan Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional disesuaikan dengan kebutuhan dimasing-masing lingkup.
BAB VII
MEKANISME KERJA
Pasal 7
(1) Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat melaksanakan fungsi-funfsi operasional dibidang kesejahteraan sosial sebagi tugas poko Karang Taruna dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) serta program kerja lainnya yang dilaksanakan bersama Pemerintah dan komponen terkait sesuai dengan Peraturan Prundang-undangan yang berlaku.
(2) Pengurus disetiap lingkup yang ditetapkan sebagai pranata jaringan komunikasi, informasi, kerjasama dan kolaborasi antar Karang Taruna mulai dari pengurus dilingkup Kecamatan sampai dengan Nasional melaksanakan fungsi sebagi berikut :
a. Pengelola sistem informasi dan komunikasi;
b. Pemberdaya, mengembangkan dan memperkuat sistem jaringan kerjasama (networking) antar Karang Taruna serta dengan pihak lain yang terkait;
c. Penyelenggara mekanisme pengambilan keputusan organisasi, pendampingan, dan advokasi;
d. konsolidasi dan sosialisasi dalam rangka memelihara solidaritas, konsistensi dan citra organisasi.
(3) Mekanisme hubungan komunikasi, informasi, kerjasma dan kolaborasi antar Karang taruna dengan wadah pengurus dilingkup Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional adalah bersifat koordinatif, konsultatif dan kolaboratif secara fungsional serta bukan operasional.
(4) Untuk mendayagunakan pranata jaringan komunikasi, informasi, kerjasama dan kolaborasi anatr Karang Taruna yang lebih berdayaguna dan berhasilguna, maka diadakan Forum pertemuan Karang Taruna yang diatur sebagai berikut :
a. Bentuk-bentuk Forum terdiri dari :
1]. Temu Karya;
2]. Rapat Kerja;
3]. Rapat Pimpinan;
4]. Rapat Pengurus Pleno;
5]. Rapat Konsultasi;
6]. Rapat Pengurus Harian.
b. Mekanisme Forum pertemuan tersebut diatur lebih lanjut dalam Pedoman pelaksanaan Karang Taruna.
c. Forum-forum pertemuan Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diatas, dinyatakan sah apabila dihadiri oleh lebeih dari setengah jumlah peserta/pengurus dari lingkup yang bersangkutan.
d. Pengambilan keputusan dalam setiap Forum pertemuan Karang Taruna wajib dilakukan secara musyawarah dan mufakat, dan apabila hal itu tidak tercapai maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
e. Forum Pertemuan Karang Taruna yang diadakan secara Nasional dan Khusus dalam rangka usulan untuk bahan perubahan Pedoman Dasar/Pedoman pelaksanaan Karang Taruna, diatur sebagai berikut :
1]. Minimal 2/3 (dua pertiga) dari jumlah peserta/pengurus dari lingkup Provinsi diseluruh wilayah Indonesia harus hadir ditambah unsur dari Departemen Sosial selaku Pembina Fungsional.
2]. Usulan perubahan Pedoman Dasar/Pedoman Rumah Tangga Karang Taruna dapat dinyatakan sah apabila didasarkan pada persetujuan minimal 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Provinsi peserta yang hadir dan mendapat persetujuan dari Pembina Fungsional Pusat ( Departemen Sosial).
3]. Rekomendasi usulan guna perubahan tersebut, diusulkan sebagi bahan untuk disahkan atau ditetapkan oleh Menteri Sosial.
(5) Kedudukan, pemilihan dan masa bakti pengurus sebagai berikut :
a. Pengurus Karang Taruna berkedudukan di desa/kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat setempat.
Pengurus dilingkup Kecamatan, Kabupaten/Kota dan Provinsi berkedudukan di Ibukota masing-masing dan pengurus dilingkup Nasional berkedudukan di Ibukota Negara.
b. Pemilihan pengurus dilakukan secara musyawarah dan mufakat dalam Temu Karya serta wajib memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
c. Masa bakti Pengurus Karang Taruna di Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat paling lama 3 (tiga) tahun dan Pengurus di lingkup Kecamatan sampai dengan Nasional, masing-masing selama 5 (lima) tahun serta dapat dipilih kembali untuk yang kedua kalinya serta memenuhi persyaratan yang berlaku.
BAB VIII
PENGUKUHAN DAN PELANTIKAN PENGURUS
Pasal 8
(1) Pengukuhan Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat dan Pengurus di lingkup Kecamatan sampai dengan Nasional dilakukan dengan Surat Keputusan Pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkatan lingkupnya.
(2) Surat Keputusan Pejabat yang berwenang tersebut pada ayat (1) diatas adalah :
a. Surat Keputusan Kepala Desa/Lurah atau Komunitas Adat Sederajat untuk pengukuhan Pengurus Karang Taruna setempat.
b. Surat Keputusan Camat untuk pengukuhan Pengurus dilingkup Kecamatan setempat.
c. Surat Keputusan Bupati/ Walikota untuk pengukuhan Pengurusu di lingkup Kabupaten/Kota setempat.
d. Surat Keputusan Gubernur untuk pengukuhan Pengurus di lingkup Provinsi setempat.
e. Surat Keputusan Menteri Sosial untuk pengukuhan Pengurus dilingkup Nasional.
(3) Pelantikan Pengurus Karang Taruna Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat dan Pengurus dilingkup Kecamatan samapai dengan Nasional dilakukan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkatan lingkupnya masing-masing.
BAB IX
PEMBINA
Pasal 9
(1) Karang Taruna sebagai Organisasi Sosial Generasi Muda diesluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memiliki Pembina Utama, Pembina Fungsional dan Pembina Teknis.
(2) Pembina Utama sebagimana dimaksud pada ayat (1) adalah Presiden Republik Indonesia.
(3) Pembina Umum, Pembina Fungsional dan Pembina Teknis sebagimana dimaksud pada ayat (1) , di Pusat dan di daerah adalah :
a. Pembina di Pusat terdiri :
1). Menteri dalam Negeri Selaku Pembina Umum
2). Menteri Sosial selaku Pembina Fungsional
3). Pimpinan Departemen/Kementerian Negara/Lembaga atau Badan Negara yang terkait sebagai Pembina Teknis Karang Taruna.
b. Pembina di Daerah terdiri dari :
1). Pembina Umum
a]. Gubernur untuk Provinsi
b]. Bupati/Walikota untuk Kabupaten/Kota
c]. Camat untuk Kecamatan
d]. Kepala Desa/Lurah atau Komunitas Adat Sederajat untuk Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat
2). Pembina Fungsional :
a]. Kepala Dinas/Instansi Sosial Provinsi
b]. Kepala Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota
c]. Kepala Seksi/Unit yang tugasnya berkaitan langsung dengan bidang kesejahteraan sosial di Kecamatan dan/atau di Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat.
3). Pembina Teknis.
a]. Pimpinan Instansi/Lembaga/Badan Daerah Provinsi yang terkait
b]. Pimpinan Instansi/Jawatan/Lembaga atau Badan daerah Kabupaten/Kota yang terkait.
c]. Pimpinan Unit Kecamatan, Desa/Kelurahan atau Komunitas Adat Sederajat yang terkait dengan Penyediaan dukungan bagi peningkatan Fungsi Karang Taruna di wilayah setempat.
BAB X
KEUANGAN
Pasal 10
Keuangan Karang Taruna dapat diperoleh dari :
a. iuran Warga Karang Taruna
b. Usaha sendiri yang diperoleh secara syah
c. Bantuan Masyarakat yang tidak mengikat
d. Bantuan/Subsidi dari Pemerintah
e. Usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XI
MAJELIS PERTIMBANGAN DAN UNIT TEKNSI KARANG TARUNA
Pasal 11
(1) Setiap Karang Taruna dapat membentuk Majelis Pertimbangan Karang taruna ( MPKT ) pada forum tertinggi ( Temu Karya ) di masing-masing wilayahnya yang kemudian dikukuhkan oleh forum tersebut.
(2) Majelis Pertimbangan Karang Taruna dipimpin oleh seorang Ketua merangkap anggota, seorang Sekretaris dan beberapa orang Wakil Sekretaris ( sesuai kebutuhan) merangkap anggota, dan para anggota yang jumlahnya ditentukan sesuai dengan jumlah mantan aktivis Karang Taruna di wilayahnya masing-masing ditambah beberapa tokoh yang dianggap layak, apabila memungkinkan.
Pasal 12
(1) Karang Taruna dapat membentuk Unit Teknis sesuai dengan kebutuhan pengembangan organisasi dan program-programnya;
(2) Unit Teknis dimaksudkan merupakan bagian yang tidak terpisahklan dari kelembagaan Karang Taruna dan pembentukannya harus melalui meakanisme pengambilan keputusan dalam forum yang representatif dan sesuai kapasitasnya untuk itu;
(3) Unit Teknis disahklan dan dilantik oleh Karang Taruna yang membentuknya dan harus berkoordinasi serta mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada Karang Taruna yang membentuknya.
BAB XII
IDENTITAS
Pasal 13
(1) Karang Taruna dapat memiliki identitas lambang bendera, panji, yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 65/HUK/KEP/XI/1982 dan lagu mars serta hymne.
(2) Identitas yang telah ditetapkan dan/atau digunakan tersebut menjadi identitas resmai Karang Taruna dan hanya dapat dirubah dengan Keputusan Menteri Sosial.
(3) Mekanisme penggunaan identitas Karang Taruna diatur lebih lanjut dalam Pedoman pelaksanaan Karang Taruna.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN
Pasal 14
Sesuai dengan kebutuhan, setiap Karang Taruna dapat menyusun dan/atau menyesuaikan Anggaran Rumah Tangga berdasarkan Pedoman Dasar Karang Taruna ini.
BAB XIV
PENUTUP
Pasal 15
(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan ini, akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayan Sosial.
(2) Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka keputusan Menteri Sosial RI Nomor 11/HUK/ 1988 tentang Pedoman Dasar Karang Taruna, dinyatakan tidak berlaku lagi.
(3) Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan dibetulkan sebagaimana mestinya.
Langganan:
Postingan (Atom)